BAB II
2.1 Sistem dan struktur politik dan ekonomi masa demokrasi parlementer ( 1950-1951)
* Kabinet Natsir (1950-1951)
kabinet- kabinet tersebut umumnya memiliki program yang tujuannya sama, yaitu masalah keamanan , kemakmuran dan masalah Irian barat ( saat ini papua barat ). namun setiap kabinet memiliki penekanan msing masing, kabinet yang dipimpin masyumi menekankan pentingnya penyempurnaan pimpinan TNI , Sedangkan kabinet yang di pimpin oleh PNI sering menekankan pada masalah luar negeri yang menungtungkan perjuangan pembebasan Irian Barat dan pemerintah dalam Negeri.
Apabila kita teliti kabinet kabinet tersebut satu persatu maka akan nampak nhal hal yang menarik.
Kabinet Natsir (1950-1951), ketika menyusun kabinetnya, Natsir bermaksud menyusun kabinet dengan melibatkan sebanyak mungkin partai agar kabinetnya mencerminkan sifat nasional dan mendapat dukugan parlemen yang besar. namun pada kenyataannya, Natsir kesulitan membentuk kabinet seperti yang diinginkannya, terutama kesulitan dalam menempatkan orang-orang PNI dalam kabinet. Sehingga kabinet Natsir yang terbentuk pada 6 September 1950, tidak melibatkan PNI di dalamnya. PNI oposisi bersama PKI dan Murba.
Latar belakang masalah dalam pembentukan kabinet sering kali menjadi faktor yang menyebabkan goyah dan jatuhnya kabinet. Hal ini terlihat ketika kabinet Natsir menjalankan pemerintahannya, kelompok oposisi segera melancarkan kritik terhadap jalannya pemerintahan Natsir . Kabinet Natsir di hadapkan pada Mosi Hadikusumo dari PNI yang menuntut agar pemerintah mencabut peraturan No 39 tahun 1950 tentang pemilihan anggota lembaga perwakilan daerah . lembaga - lembaga perwakilan daerah yang sudah di bentuk atas dasar peraturan pemerintah No 39 tahun 1950 oleh kabinet Hatta, supaya diganti dengan undang-undang yang baru yang bersifat demoktatis karena dalam PP no 39 dalam menentukan pemilihannya dilakukan secara bertingkat. berdasarkan pemungutan suara di parlemen , Mosi Hadikusumo mendapat dukungan dari parlemen. hal ini menyebabkan menteri dalam negeri mengundurkan diri. kondisi ini menyebabkan hubungan kabinet dengan parlemen tidak lancar yang akhirnya menyebabkan Natsir menyerahkan Mandatnya kepada Soekarno pada 21 Maret 1951 .